Beberapa hal yang sering ditanyakan dalam pengenaan PBB

|
Bagaimanakah sifat pengenaan PBB?
Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.


Apa yang dimaksud dengan Subjek Pajak ?
Orang atau Badan yang secara nyata :
1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;
2. memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
3. memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau;
4. memperoleh manfaat atas bangunan.

Apa saja hak-hak Wajib Pajak dalam UU PBB?
1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan PBB, Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk;
2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak;
3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak;
4. Memperbaiki / mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain);
5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP;
6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah;
7. Memperoleh tanda terima SPPT;
8. Memperoleh Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dan Tanda Terima Sementara (TTS);
9. Mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.

Apa saja kewajiban-kewajiban Wajib Pajak dalam UU PBB?
1. Mendaftarkan Objek Pajak;
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat paling lambat 30 hari setelah formulir SPOP diterima.
4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

Apa yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)?
Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang-undang PBB

Apakah arti mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap?
Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri.
Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan kolom-kolom /pertanyaan yang ada pada SPOP.
Lengkap, berarti terisi semua dan ditandatangani beserta lampirannya.

Apa saja objek yang tidak dikenakan (dikecualikan) PBB?
1. Yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang :
- ibadah,
- sosial,
- kesehatan,
- pendidikan, dan
- kebudayaan nasional,
- yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
2. Yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
3. Yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
4. Yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
5. Yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana contoh penghitungan PBB?
Contoh :
1. Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.
Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000/m2
Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000/m2
Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000/m2.
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000/m2
Penghitungan PBB-nya :
Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp802.000 = Rp 802.000.000
Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp968.000 = Rp 387.200.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp1.189.200.000
NJOPTKP = Rp 8.000.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp1.181.200.000
NJKP 40% x Rp1.181.200.000 = Rp 472.480.000
PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000 = Rp 2.362.400

2. Apabila Objek Pajak pada contoh 1 diatas dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah :
NJKP 20% x Rp1.181.200.000 = Rp 236.240.000
PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000 = Rp 1.181.200


3. Objek perumahan lainnya dan non perumahan
Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000/m2
Nilai jual bumi tersebut termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000/m2
Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2
Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2
Penghitungan PBB-nya :
Jumlah NJOP bumi 300 x Rp 82.000 = Rp 24.600.000
Jumlah NJOP Bangunan 150 x Rp 264.000 = Rp 39.600.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 64.200.000
NJOPTKP = Rp 8.000.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 56.200.000
NJKP 20% x Rp56.200.000 = Rp 11.240.000
PBB yang terutang : 0,5% x Rp11.240.000 = Rp 56.200

Tidak ada komentar: